Sudah menjadi maklum, remaja memang sosok yang sangat menarik untuk
diperbincangkan. Kenapa?. Remaja masa pencarian jati diri yang
mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil
menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain remaja mengalami
ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan
solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga
mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak.
Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju
kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini
menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual.
Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih
memerlukan perhatian dan pengarahan.
3. Bagaiamana Remaja Bersikap?
Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja
menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah
lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang
tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak
tepat terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia
12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari
film porno, dan hanya 5% dari orang tua.
1. Potret Remaja di Usianya
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan
kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung
jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan,
puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu
ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan
perlu dicoba (sexpectation).Terlebih
lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong
terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak
pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks
bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya
penyakit menular seksual (PMS).
Beberapa
penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan
seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat
beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen
remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di
Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu
klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof.
Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan,
kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini.
Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53
persen pernah melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam,
dan 3,86 persen pernah berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut
Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas memiliki banyak konsekwensi
misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi,
infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan
pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit
menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS).
Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan
HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai
narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari keluarga
baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan
sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan
bayi yang dilahirkannya.
Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah
panjangnya problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh
dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak
menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap
tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan
persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi
abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang termasuk
Indonesia.
2. Dampak Seks Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis Remaja
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap
tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20
persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung
pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung
di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan
pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan
berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis
meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170%
dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal, pelacuran,
homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang
lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta
US dolar dan disyahkan oleh undang-undang.
Lebih
dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran
(aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh
tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap
keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak
profesional (unsafe abortion).
Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka
pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis
sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan
sampai terjadinya infertilitas.
Secara
psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri,
perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua
belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan
terhadap masyarakat.
Hubungan seks di luar pernikahan menunjukkan tidak adanya rasa tanggung
jawab dan memunculkan rentetan persoalan baru yang menyebabkan gangguan
fisik dan psikososial manusia. Bahaya tindakan aborsi, menyebarnya
penyakit menular seksual, rusaknya institusi pernikahan, serta
ketidakjelasan garis keturunan. Kehidupan keluarga yang diwarnai nilai
sekuleristik dan kebebasan hanya akan merusak tatanan keluarga dan
melahirkan generasi yang terjauh dari sendi-sendi agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar